Minggu, 02 Mei 2010

Grinding dan Sizing

GRINDING AND SIZING
Rispiandi ST.



I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Grinding adalah istilah pemecahan dan penghalusan atau penghancuran (size reduction) meliputi semua metode yang digunakan untuk mengolah zat padat menjadi ukuran yang lebih kecil. Di dalam industri pengolahan, zat padat diperkecil dengan berbagai cara sesuai dengan tujuan yang berbeda-beda. Bongkah-bongkah biji mentah dihancurkan menjadi ukuran yang mudah ditangani, bahan kimia sintesis digiling menjadi tepung, lembaran-lembaran plastik dipotong-potong menjadi kubus atau ketupat-ketupat kecil.
Produk-produk komersial biasanya harus memenuhi spesifikasi yang sangat ketat dalam hal ukuran maupun bentuk partikel-partikelnya yang menyebabkan reaktifitas zat padat itu meningkat. Pemecahan itu juga memungkinkan pemisahan komponen yang tak dikehendaki dengan cara-cara mekanik, system ini juga dapat digunakan memperkecil bahan-bahan berserat guna memudahkan proses penanganannya.
Pengayakan terutaman ditujukan untuk pemisahan campuran padat-padat. Sistem pemisahan ini berdasar atas perbedaan ukuran. Ukuran besar lubang ayak (atau lubang kasa) dari medium ayak dipilih sedemikian rupa sehingga bagian yang kasar tertinggal di atas ayakan dan bagian-bagian yang lebih halus jatuh melalui lubang. Diusahakan untuk dapat melakukan pemisahan yang diinginkan secepat mungkin. Untuk mencapai hal ini, bahan yang diayak digerakkan terhadap permukaan ayakan. Pada umumnya, gerakan diperoleh dengan gerakan berputar, bolak-balik, atau turun naik.

1.2 Tujuan Percobaan.
(1) Menentukan ukuran (diameter) partikel umpan (feed) yang berbentuk padatan dan produk grinding dengan menggunakan analisis ayakan.
(2) Menghitung energi kominusi yang dibutuhkan untuk mereduksi ukuran diameter umpan (Dp awal) menjadi produk (Dp akhir)
(3) Menghitung Dp rata-rata
(4) Menentukan efisiensi ayakan

II. Dasar Teori

2.1. Grinding
Zat padat dapat diperkecil dengan berbagai cara, namun hanya ada empat metode yang lazim digunakan untuk pengecilan ukuran. Metode itu adalah :
(1) Pengempaan (compression)
(2) Penumbukan (impact)
(3) Penggerusan (attrition)
(4) Pemotongan (cutting)
Contohnya, kompressi digunakan untuk pemecahan kasar zat padat keras, dengan menghasilkan relatif sedikit halusan, pukulan menghasilkan hasil yang berukuran kasar, sedang, dan halus. Atrisi menghasilkan hasil yang sangat halus dari bahan yang lunak dan tak abrasif, pemotongan memberikan hasil yang ukurannya pasti, dan kadang-kadang dengan sedikit atau sama sekali tidak ada halusan pada bentuknya.

Kominusi
Kominusi (comminution) adalah istilah umum yang digunakan untuk operasi penghancuran. Contoh peralatan kominusi adalah mesin penghancur (crusher) dan mesin penggiling (grinder). Penghancuran yang ideal hendaknya :

(1) memiliki kapasitas besar
(2) memerlukan masukan daya yang rendah per satuan produk
(3) menghasilkan produk dengan distribusi ukuran seseragam mungkin atau dengan distribusi ukuran tertentu sesuai dengan yang dikehendaki

Menghitung energi kominusi biasanya dihitung dengan menggunakan persamaan Bond :

Rumus :


W : energi grinding kWh/ton
Wi : work index
Dpakhir : diameter rata-rata setelah grinding 80% kumulatif lolos dlm m
Dpawal : diameter rata-rata sebelum grinding 80% kumulatif lolos dlm m
















Harga work index berbagai bahan
33Material Work Index Material Work Index Material Work Index
(Wi) (Wi) (Wi)
All material tested 13,81 Gneiss 20,13 Potash ore 8,88
Andesite 22,13 Gold ore 14,83 Potash salt 8,23
Barite 6,24 Granite 14,39 Pumice 11,39
Basalt 20,41 Graphite 45,03 Pyrite ore 8,9
Bauxite 9,45 Gravel 25,17 Pyrrhotite ore 9,57
Cement clinker 13,49 Gypsum rock 8,16 Quartzite 12,18
Cement raw material 10,57 Ilmonite 13,11 Quartz 12,77
Chrome ore 9,6 Iron ore 15,44 Rutile ore 12,12
Clay 7,1 Hematite 12,68 Sandstone 11,53
Clay, calcined 1,43 Hematite-specular 15,4 Shale 16,4
Coal 11,37 Oolitic 11,33 Silica 13,53
Coke 20,7 Limanite 8,45 Silica sand 16,46
Coke, fluid petroleum 38,6 Magnetite 10,21 Silicon carbide 26,17
Copper ore 13,13 Taconite 14,87 Silver ore 17,3
Coral 10,16 Kyanite 18,87 Sinter 8,77
Diorite 19,4 Lead ore 11,4 Slag 15,76
Dolomite 11,31 Lead-zinc ore 11,35 Slag, iron blast furnice 12,16
Emery 58,18 Limestone 11,61 Slate 13,83
Feldspar 11,67 Limestone for cement 10,18 Sodium silicate 13
Ferro-chrome 8,87 Manganese ore 12,46 Spodumene ore 13,7
Ferro-manganese 7,77 Magnesite, dead burned 16,8 Syenite 14,9
Ferro-silicon 12,83 Mica 134,5 Tile 15,53
Flint 26,16 Molybdenum 12,97 Tin ore 15,53
Fluorspar 9,76 Nickel ore 11,88 Titanium ore 11,88
Gabbro 18,45 Oil shale 18,1 Trap rock 21,1
Galena 10,19 Phosphate fertilizer 13,03 Uranium ore 17,93
Garnet 12,37 Phosphate rock 10,13 Zinc ore 12,42
Glass 3,08

2.2. Pengayakan (sizing/screening)

Pengayakan merupakan salah satu metode pemisahan partikel sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Metode ini dimaksudkan untuk memisahkan fraksi-fraksi tertentu sesuai dengan keperluan dari suatu material yang baru mengalami grinding. Ukuran yang lolos melalui saringan biasanya disebut sebagai undersize dan partikel yang tertahan disebut oversize.

Beberapa jenis ayakan yang sering digunakan antara lain :
(1) Grizzly, merupakan jenis ayakan statis, dimana material yang akan diayak mengikuti aliran pada posisi kemiringan tertentu.
(2) Vibrating screen, ayakan dinamis dengan permukaan horizontal dan miring digerakkan pada frekuensi 1000 sampai 7000 Hz. Ayakan jenis ini mempunyai kapasitas tinggi, dengan efisiensi pemisahan yang baik, yang digunakan untuk range yang luas dari ukuran partikel
(3) Oscillating screen, ayakan dinamis pada frekuensi yang lebih rendah dari vibrating screen (100-400 Hz) dengan waktu yang lebih lamam.
(4) Reciprocating screen, ayakan dinamis dengan gerakan menggoyang, pukulan yang panjang (20-200 Hz). Digunakan untuk pemindahan dengan pemisahan ukuran.
(5) Shifting screen, ayakan dinamis dioprasikan dengan gerakan memutar dalam bidang permukaan ayakan. Gerakan actual dapat berupa putaran, atau getaran memutar. Digunakan untuk pengayakan material basah atau kering.
(6) Revolving screen, ayakan dinamis dengan posisi miring, berotasi pada kecepatan rendah (10-20 rpm). Digunakan untuk pengayakan basah dari material-material yang relatif kasar, tetapi memiliki pemindahan yang besar dengan vibrating screen.

Diameter partikel dapat diukur dengan berbagai cara. Untuk partikel berukuran besar ( > 5 mm) dapat diukur secara langsung dengan menggunakan micrometer. Untuk partikel yang sangat halus diukur dengan menggunakan ukuran ayakan standar. Ukuran ayakan dinyatakan dalam dua cara, dengan angka ukuran mesh (jumlah lubang dalam inchi persegi ) dan dengan ukuran aktual dari bukaan ayakan dengan ukuran partikel besar ( dalam mm atau inchi). Ada beberapa perbedaan yang standar dalam penggunakan ukuran ayakan tetapi yang penting adalah memperoleh standar tertentu dalam penentuan ukuran partikel yang kita kehendaki. Tabel di bawah ini menunjukan daftar nomor mesh yang bersesuaian untuk ayakan baku Tyler.

Tabel 1 : ayakan Tyler

Mesh Number ( in ) ( mm ) Mesh Number ( in ) ( mm )
3 0.263 6.680 35 0.0164 0.417
4 0.185 4.699 48 0.0116 0.295
6 0.131 3.327 65 0.0082 0.208
8 0.093 2.362 100 0.0058 0.147
10 0.065 1.651 150 0.0041 0.104
14 0.046 1.168 200 0.0029 0.074
20 0.0328 0.833 270 0.0021 0.053
28 0.023 0.589 400 0.0015 0.038

Diameter rata-rata partikel antar ayakan berdasarkan ayakan Tyler, misal partikel yang lolos melalui ayakan 150 mesh tetapi tertahan pada 200 mesh dilambangkan dengan partikel –150/+200 mesh. Berikut tabel diameter partikel rata-rata penentuan ayakan Tyler.








Tabel 2 : Diameter partikel rata-rata berdasarkan ayakan Tyler

Ukuran ayakan Diameter partikel Dp dlm in
-10 /+14 0.0555
-14 /+20 0.0394
-20 /+28 0.0280
-28 /+35 0.0198
-35 /+48 0.0140
-48 /+65 0.0099
-65 /+100 0.0070
-100 /+150 0.0050
-150 /+200 0.0035


Bentuk Bahan yang Diayak dan Permukaan Ayakan
Bentuk bahan yang diayak dan jenis permukaan ayakan memainkan peranan penting. Sering terdapat bulatan-bulatan halus, batang-batang halus berbentuk sllinder, kerucut kecil, dna sebagainya. Pengayakan bulatan halus melalui lubang ayakan tidak menimbulkan masalah khusus. Bagaimana cara bulatan halus sampai di permukaan ayakan tidak membawa perbedaan. Lain halnya dengan batang dan kerucut halus. Bahan seperti ini dapat melalui permukaan ayakan dalam keadaan tegak. Tetapi tidak dapat melalui lubang ayakan jika tidur di atas permukaan ayakan. Pada pengayakan sejumlah batang halus dengan ukurna tepat sama, sebagian bahan akan terayak, sedangkan sebagian lain tidak terayak. Berhubung dengan gejala ini, selain lubang ayak yang bulat ada juga berbentuk bujur sangkar, segi panjang atau berbentuk aluran.
Gambar 1. Partikel di atas ayakan.


Permukaan ayak dapat terdiri atas berbagai macam bahan.
(1) Batang Baja
Batang-batang baja berjarak sedikit satu sama lain. Batang ini digunakan untuk mengayak bahan kasar seperti: batu, batu bara, dll.
(2) Pelat Berlubang
Garis tengah lubang biasanya 1 cm atau lebih. Ukuran tebal pelat meningkat sesuai dengan bertambah besarnya garis tengah lubang.

Gambar 2. Pelat berlubang.


(3) Anyaman Kawat
Biasa dipakai kawat baja, karena kuat.
Gambar 3. Anyaman kawat.
(4) Sutera Tenun
Bahan ini digunakan untuk mengayak zat yang sangat halus, seperti bunga dan tepung.

(5) Rol Berputar
Permukaan ayak semacam ini terdiri atas sejumlah rol berusuk yang disusun berdampingan dan digerakkan dengan kecepatan berlainan. Pengayakan pada permukaan ayak semacam ini adalah sangat efektif.

Gambar Rol berputar.

Untuk semua instalasi ayak berlaku bahawa, bahan ayak harus tersebar merata di atas permukaan ayak. Selanjutnya, penting pula untuk mengatur kecepatan takar sesuai dengan kapasitas ayakan. Dengan cara demikian dapat dicegah pembebanan lebih atau kurang.
Instalasi ayak yang paling banyak dipakai dapat dibagi menjadi empat kelompok utama yaitu:
• ayakan statis
• ayakan tromol
• ayakan kocok
• ayakan getar.



Ayakan Peneliti
Ayakan ini tersusun atas beberapa jenis ukuran lubang ayaka yang teliti. Ayakan ini ditempatkan dalam sebuah aparat getar secara bersusun ke atas. Makin ke atas lubang ayak semakin besar. Di samping diberi getaran, ayakan ini sering juga diberi ayunan. Denagn cara demikian, diperoleh fraksi-fraksi. Dari fraksi ayak dapat disimpulkan ukuran bagian-bagian halus suatu produk tertentu dalam batas yang ditetapkan dan memenuhi spesifikasi.

Gambar Ayakan peneliti

Faktor-faktor yang menentukan PemilihanAyakan
Faktor-faktor berikut sangat penting.
(1) Jumlah
(2) Ukuran
(3) Penyebaran ukuran
(4) Bentuk
(5) Massa jenis (menentukan kekuatan ayakan)
(6) Kekerasan (menentukan kecepatan aus)
(7) Jenis zat (lembab, lengket, dll).

EFEKTIVITAS AYAKAN
Pengayakan adalah satu metode yang mudah dan cepat untuk penentuan ukuran partikel dan pemisahan. Meskipun demikian, metode ini tidak dapat disebut sebagai metode sangat akurat. Sebab, pada bentuk partikel tak beratruran, kemudahan lolos dari lubang ayakan tergantung pada arah gerakan partikel.
Efektivitas (Ec) ayakan menunjukkan seberapa banyak partikel yang memiliki ukuran yang diinginkan.

Ec = (Recovey)(Rejection)

Jika yF fraksi massa material dengan ukuran yang diinginkan dalam umpan, yP dalam produk (biasanya undersize), dan yR dalam aliran buang (reject biasanya oversize).

Material yang diinginkan dalam produk
Recovery = Material yang diinginkan dalam umpan

=

Material yang tak diinginkan dalam aliran buang
Rejection = Material yang tak diinginkan dalam umpan

=

Sehingga,




Rasio dalam persamaan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk fraksi massa sehingga berbentuk,






III. PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
(1) Bahan padatan : zeolit, pasir kwarsa, beras, dsb. masing-masing 250 gram.
(2) Ayakan getar
(3) Ball Mill
(4) Bola baja/keramik
(5) Motor penggerak ballmill dan perlengkapannya (berupa dua silinder)




Gambar alat grinding : hammer mill dan ball mill

3.2 Prosedur Percobaan
(1) Timbang material/bahan yang akan digunakan sebanyak 250 gram
(2) Ayak material tersebut dengan ayakan getar, susun ukuruan ayak bukaan paling besar paling atas disusun ke bawah sampai pada bukaan ayakan paling kecil dan pan
(3) Timbang masing-masing fraksi yang berada dalam ayakan sesuai dengan ukuran
(4) Buat analisa ayak dan kurva hubungan % kumulatif lolos dengan ukuran
(5) Tentukan Dp awal dari kurva dengan menarik 80% kumulatif lolos
(6) Buka tutup ball mill dan masukan material bersama bola keramik/baja
(7) Letakkan ballmill dia atas silinder, setting kecepatan putaran motor, hidupkan motor penggerak dan matikan setelah 30 menit
(8) Buka ballmilll keluarkan materialnya
(9) Tentukan ukuran/diameter produk dengan analisis ayakan sesuai dengan langkah 2 sampai dengan langkah 5
(10) Tentuakan energi kominusi dengan hukum Bond

3.3 Data Percobaan
Data Dp awal dan Dp akhir :
Ukuran Massa awal,
(gr) Massa akhir, (gr)
-0,8 / +0,63
-0,63 / + 0,355
-0,355 / +0,2
-0,2 / + 0,112
-0,112 / + 0,05
-0,05 / 0
Total




IV. KESELAMATAN KERJA

(1) Proses grinding dan sizing menghasilkan debu yang beterbangan, praktikan harus menggunakan alat pelindung diri berupa masker debu dan kacamata.
(2) Mesin grinding dan balmill pada saat dioperasikan mengalami pergerakan mekanik, saat dioperasikan tidak boleh dipegang/disentuh kecuali setelah peralatan tersebut benar-benar berhenti.

V. PETUNJUK PENYAJIAN LAPORAN
5.1. Perhitungan
a. Hitung W dengan rumus :

W : energi grinding kW/ton jam
Wi : work index
Dpakhir : diameter rata-rata setelah grinding 80% kumulatif lolos dlm m
Dpawal : diameter rata-rata sebelum grinding 80% kumulatif lolos dlm m

b. Hitung fraksi dan % kumulatif
c. Hitung efektivitas pengayakan


5.2 Hasil Percobaan Yang Disajikan

a. Tampilkan tabel Dp terhadap % kumulatif
b. Tampilkan kurva Dp terhadap % kumulatif
c. Tabelkan energi yang diperlukan terhadap berbagai bahan yang diproses

5.3 Hasil Percobaan yang Dibahas

a. Bahas prinsip kerja grinding dan sizing
b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses grinding dan sizing
c. Bahas tentang efisiensi ayakan dan diameter partikel rata-rata memakai kurva % kumulatif terhadap Dp

Daftar Pustaka

1. Warren L, Mc Cabe, Julian C. Smith, dan Peter harriot, (1999), ”Operasi Teknik Kimia”, Jilid 1, Cetakan ke-4, PT. Erlangga
2. Crristie J. Geankoplis, (1997), “Transport Process and Unit Operation”, 3rd Ed., Prentice-Hall Of India
3. Stanley M. Walas, (1988), “ Chemical Process Equipment “, 10th Butterworth Publisher USA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar